29 July 2009

Asrama Putriku Dahulu

Beberapa waktu yang lalu ketika aku melintas di jalan Gelap Nyawang, Klinik Keluarga ITB berdiri di sudut jalan persimpangan jalan Gelap Nyawang dan Ciung Wanara. Ah... bertahun berselang, aku masih tinggal di gedung yang sama, sebagai penghuni asrama putri ITB yang lebih dikenal sebagai AP-ITB.
Kapasitas Asrama Putri hanya bisa menampung 43 orang penghuni, yang tentu saja berasal dari berbagai fakultas di ITB dan juga berbagai daerah di Indonesia. Tidak terlalu banyak sih, kalau dibandingkan dengan jumlah mahasiswa ITB keseluruhan. Di angkatan 90 saja, ada sekitar 1600 mahasiswa kan? Kalau seluruh ITB? Wah... angka 43 orang itu nggak ada apa-apanya. Tapi justru dengan jumlah yang sedikit itu, keakraban di antara kami terjalin erat sekali.
6 bulan pertama di AP, kujalani sebagai calon penghuni, dengan berbagai tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Tugasnya tidak berat sih, semisal memasak air sore untuk persiapan petugas jaga malam, menyediakan kopi dan gula untuk mereka, membuka dan menutup kerai dan jendela di ruang-ruang umum, 'mengusir' tamu yang masih betah selepas pukul 9 malam, mengunci pintu ruang tamu dan beberapa ruang umum lainnya, sampai kerja bakti di akhir masa ca-peng.
Kadang seru juga kalau kebagian tugas membuka dan menutup kerai di ruang makan, soalnya bisa sekalian mengintai Alpukat jatuhan yang legit banget. Tiga batang pohon Alpukat di belakang ruang makan ini memang menjadi incaran seisi asrama, soalnya buahnya besar-besar dan rasanya sungguh... mmm... bikin ketagihan deh.
Selama hampir tiga tahun masa tinggalku di AP, beberapa kali aku berganti partner dan berganti kamar, tapi aku selalu kebagian kamar yang menghadap ke jalan Gelap Nyawang. Di sini masalahnya...
Setiap akhir pekan dan hari libur, kawasan Ganesha dan Gelap Nyawang diramaikan oleh wisata kuda. Kalau sudah lewat tengah hari, jangan harap bisa membuka jendela kalau tidak ingin aroma kuda dan hasil metabolisme tubuhnya masuk ke kamar dan menetap selama berjam-jam. Betul-betul mengganggu kenyamanan di kamar. Kalau jendela ditutup, sirkulasi udara tidak berjalan. Tapi kalau jendela dibuka, aroma tak sedap semata yang masuk kamar. Serba salah deh jadinya. Selain tiu, kita juga harus ekstra hati-hati melangkah di luar, jangan sampai menginjak 'ranjau darat' yang bertebaran di sepanjang jalan. Walaupun ada peraturan "Kuda wajib bercelana" untuk mencegah bertaburannya kotoran mereka, tapi tetap saja namanya juga kuda... ada saja yang tercecer. Yaiks!
Maka dari itu, beberapa di antara kami biasa pergi ke kampus yang hanya berjarak 200 meter-an dari asrama untuk memanfaatkan lapangan basket di hari minggu pagi. Paling tidak, 'mencuri' udara segar sebelum tercemar aroma kuda siang harinya.
Di masa penerimaan mahasiswa baru, jamannya penataran P4-lah, kita sempat-sempatkan nggodain mahasiswa baru. Mereka dengan mudah dikenali melalui seragam putih-putih dengan dasi hitamnya. Ketika baru keluar dari gerbang kampus dan mendapati seorang mahasiswa baru sedang memarkir mobil di jalan Ganesha, kita berondong dia dengan komentar, "Eh... mahasiswa baru nggak boleh bawa mobil ke kampus lho..." Komentar seperti itu membuat mereka jadi salting dan serba salah. Ada juga sih yang cuek. Iih...
Yang seru sih kalau kita sudah berjalan cukup jauh dari gerbang utama kampus dan bertemu dengan mahasiswa baru yang sedang berjalan kaki menyusuri Ganesha. Wajah-wajah segar dan bersemangat mereka sangat menggoda untuk dicandai. ;) Kami berlima atau berenam yang 'berpakaian preman' tentu saja tidak melewatkan kesempatan untuk sedikit berbincang-bincang dengan mereka.
"Dek... dek... mahasiswa ITB ya? biasanya itu jadi kalimat pembuka. Tentu saja mereka mengangguk dengan senyum mulai mengembang di bibir mereka.
"Wah.. hebat ya..?"
"Bisa lolos ke ITB, pasti pinter dong ya...?" komentar-komentar sanjungan seperti itu membuat mereka tersipu sipu dengan hidung kembang-kempis. Mereka mungin tidak tahu, bahwa yang menggodai mereka, ya mahasiswa ITB juga. Haha...!

3 comments:

jun said...

Weldone! selamat gabung Diah, sebagian (besar?) mungkin udah bosen dengar celotehku... ditunggu artikel selanjutnya. tapi boleh saran dikit? labelnya bisa diambil dr yg udah ada aja (kenangan manis misalnya, kecuali klo benar2 tdk bisa diakomodasi. Uni rostina, sebelum tak terkendali, hehe..
btw, saya sempat sebentar di kmr 9 (1979) rasanya belm terlalu wangi tuh... satu dekade membuat polusi meningkat berapa kali ya...
salam, jun

Titin said...

Wah saya juga alumni kamar 9 nih. Dulu udaranya masih segar, kalo bangun tidur langsung buka jendela. Apa Diah tahu cerita pindahannya Aspuri ke Kanayakan? Ditunggu ceritanya lagi ya.

Diah Utami said...

Hebat... hebat... kakak-kakakku ini masih ingat ya nomor kamar tempat tinggalnya dahulu. Saya sih pindahan beberapa kali, lupa tuh, kamar berapa aja. Hehe...
Soal pindahan ke Kanayakan, sempat dengar kabarnya sih, tapi nggak tahu persisnya.