08 January 2010

Taman Bermainku (#5): Musim nangkul I


Musim ikan sudah tiba. Boni melihat Eda, salah satu sepupu teman mainnya berjalan menuju tepi sungai bersama kedua adiknya. Eda membawa sebatang bambu utuh yg di bagian atasnya tergantung 2 kolong bambu, serta empat bilah bambu lebih pendek yang salah satu ujungnya seperti panah. Satu adiknya membawa jaring seperti rajutan yang masih terlipat, yang lain membawa ember dan kaleng bekas susu. Semua peralatan dasar untuk menangkul ikan.
Kok tahu kalau musim ikan? Eda, si tahu segala, pernah bilang, "Lihat awan, kalau membentuk seperti sisik2 ikan, artinya musim ikan." Boni menengadah, memang awan tipis di atas terlihat seperti sisik2 ikan. Bergegas Boni mencari sandal jepitnya dan menyusul ke laut, sebutan untuk ke arah sungai. Dan benar saja, di tepi sungai memang banyak orang menangkul. Eda mulai memasang tangkulnya. Mula2 jaring rajut berbentuk bujur sangkar dibentangkan. Kemudian, tali yang ada di sudut2nya diikatkan pada tiap bilah bambu pas di atas ujung yang seperti anak panah. Ujung lainnya dimasukkan kedalam kolong yang ada pada batang bambu dan membuat bilah tersebut membusur. Tangkulpun siap. Batang bambu berfungsi sebagai tangkai untuk mengangkat tangkul. Dengan tangkul yang cukup berat di tangannya, Eda menuju lanting, mencari lokasi yang menurutnya banyak ikan, dan menurunkan tangkul ke sungai. Adiknya mengisi ember dg air, buat tempat ikan.
Boni sangat senang melihat orang menangkul. Para sepupunya juga begitu. Musim menangkul memang menyenangkan. Mondar-mandir dari satu tangkul ke tangkul yang lain, memeriksa ember-ember di sisi tangkul, melihat sudah berapa banyak ikan atau udang yang di dapat. Bila ada yang sedang mengangkat tangkul dan banyak ikan di jaring, dia bergegas mendekat dan kadang membantu mengambil ikan dari jaring dg kaleng bekas. Semua dilakukan dengan penuh tawa dan canda ria. Pokoknya tepi sungai menjadi meriah saat musim nangkul.
Ada dua cara nangkul. Anak2 biasanya menangkul pancang di pinggir sungai. Tangkulnya terpaku di dasar sungai dan diangkat kalau ingat. Satu cara lagi nangkul hanyut. Cara ini jauh lebih sulit, dan biasanya dilakukan oleh orang dewasa dengan tangkul yang besar. Di sungai yang lebih dalam, tangkul diturunkan dari arah hulu mengikuti arus melewati badan, dan kemudian diangkat, begitu berulang-ulang badan penangkul selalu bergerak kekiri kekanan. Dengan cara ini ikan yang didapat lebih banyak. Biasanya tangkul jenis ini diikat dengan tali tambang pada tonggak bambu yang ditanamkan di air. Tali tambang berfungsi sebagai pengungkit.
Ikan yang didapat dengan menangkul umumnya ikan kecil seperti seluang bilis, sapil, sepat, dan sepatung. Kadang ada kutak yang lagi sial. Kalau mendapat ikan gabus, apalagi besar, itu pasti ikan pelarian yang berhasil lompat dari perahu saat mau dijual. Memang pada pagi hari banyak tukang ikan berjualan dengan menggunakan perahu.
Kalau ada ikan kecubang warna warni atau ikan sitem hitam pekat yang nyasar ke tangkul, mereka dengan manis akan memintanya, karena ikan jenis itu tidak umum dimakan. Bila beruntung diberi ikan cantik, biasanya Boni segera pulang dan memasukkan ikan tersebut dalam botol bekas selai. Kadang, mereka menyimpan dulu ikan cantik itu di genangan air yang kadang terdapat di palka jukung. Sayangnya, seringkali mereka lupa untuk mengambil simpanan tersebut saat pulang.
Penangkul paling handal adalah Ibok, panggilan Boni pada salah satu adik perempuan Yai. Hari-hari musim nangkul, Ibok pasti ada di sungai dengan tangkulnya yang ekstra besar. Tentu saja Ibok nangkul hanyut. Beberapa jam nangkul, biasanya ember Ibok sudah penuh. Kalau lagi musim teri bilis, bagian tengah tangkul ibok ditambal dengan kain kasa, untuk menangkul ribuan teri bilis bening yang bening. Kalau Ibok sedang senang, para cucu akan dikasih masing-masing segenggam seluang untuk dibawa pulang. Boni biasanya langsung menyerahkannya pada Mak Yah pengasuhnya untuk disiangi dan digoreng. Kalau hasilnya benar-benar berlimpah, Ibok akan membuat pempek. Pempeknya terlihat jelek kehitaman dibandingkan pempek gabus atau belida yang biasa mereka makan. Tapi di lidah Boni terasa lebih gurih.
Di pinggir sungai yang dangkal, tangkul anak2 terpancang. Kadang diangkat dengan beberapa ekor ikan atau udang kecil di atasnya. Lebih sering lagi, kosong. Bosan, biasanya anak-anak mulai berulah, atas nama mengerai (mengarahkan) ikan ke tangkul, mereka masuk keair, berenang dan berjalan di dasar sungai, membuat sungai menjadi tambah keruh, kadang memasukkan kumpe ke dalam tangkul, membuat jaring tangkul menjadi kotor. Semua itu upaya yang seringkali sia-sia agar ikan masuk ke tangkul.
Umumnya acara nangkul berakhir dengan berenang di sungai dan tangkul terlupakan. Kadang berakhir dengan keributan dan tangis akibat saling cemooh tidak mendapat hasil tangkulan. Oti yang tangkulnya paling kecil paling sering nangis. Boni, tidak pernah menangis karena tidak punya tangkul.

No comments: