24 November 2009

Taman Bermainku (#4): Kepinding


Usia Boni dan Oti hanya berselisih beberapa bulan saja, namun Boni sudah bersekolah di SD dan Oti masih di TK Kecil. Sebetulnya Boni dan Oti pernah duduk sebangku, namun kepinding menyebabkan keduanya terpisah sekolah. Inilah kisahnya.
Pagi itu Boni sangat senang. Itu hari pertama dia bersekolah. Boni yang biasanya sangat susah diajak mandi, hari itu penuh semangat bersiap-siap ke sekolah. Tasnya yang baru sudah diisi dengan buku tulis buku gambar, pinsil, pinsil berwarna, penghapus aneka warna dan berbau wangi seperti permen, dan peraut pensil yang berbentuk bola bumi kecil. Boni, bersama kakaknya Tila, sepupunya Oti, dan beberapa sepupunya yang biasa menjadi temannya bermain, menjadi murid kelas 1, SD Muhammadiyah II, Balayudha, Palembang. Memang begitulah kebiasaan yang ada di keluarga besar Boni. Semua sepupu yang biasa bermain bersama, masuk sekolah bersama-sama pula walau perbedaan usia mereka terpaut cukup jauh, bisa mencapai 2 tahun. Tentu saja kemampuan mereka menerima pelajaran tidaklah sama, sehingga pada akhir tahun biasanya ada saja yang terpaksa tinggal kelas.
Ketegangan pergi sekolah untuk yang pertama kali tidak terlalu terasa karena mereka mengalaminya bersama-sama. Yang menyenangkan, jarak ke sekolah cukup jauh dan mereka pergi bersama, di antar mobil Suburban yang dikemudikan oleh Mang Akib yang gemar bercerita. Perjalanan cukup lama dengan melewati pusat kota. Mereka berangkat agak siang, karena kelas 1 masuk pukul 10 pagi.
SD Muhammadiyah Balayudha baru beberapa tahun didirikan. Gedung sekolah bercat putih berjendela kaca yang berkilau ditimpa sinar matahari, berdiri megah di tengah halaman yang cukup luas. Saat tiba di sekolah, di halaman terlihat anak-anak sedang berolah raga. Boni berteriak kegirangan mengenali salah satu dari anak perempuan yang sedang berlatih kayang itu adalah saudaranya yang duduk di kelas 6. Boni sangat suka melihat gerakan kayang dan berangan segera bisa melakukan gerakan itu.
Bagian dalam dari gedung sekolah membentuk simetri yang rapi. Di tengah ada Ruang Guru, bangunan persegi yg berjendela kaca sedemikian banyaknya, sehingga terkesan transparan. Meja Guru berjejer di sekeliling ruangan menghadap ke dalam. Ruang antara pintu masuk dan ruang guru dimanfaatkan sebagai koridor utama yang kedua dindingnya dipenuhi oleh papan pengumuman. Di kiri-kanan pintu masuk ada ruang-ruang Kelas 1 sampai Kelas 4. Ruang Kelas 5 dan Kelas 6 membentuk kaki hurup U yang melingkupi Ruang Guru. dan sedikit lebih tinggi dari ruang lainnya. Keseluruhan ruang dihubungkan oleh koridor dan tangga yang lapang, kelas 1 menempati ruang di kanan pintu masuk sekolah dengan pintu di dekat tangga menuju ke kelas 6. Karena sekolah baru, muridnya belum begitu banyak.
Boni dan saudara-saudaranya menduduki kursi dan meja sesuai dengan petunjuk Ibu Guru. Kursi-kursi itu terbuat dari kayu dengan sandaran punggung dan tengahnya terbuat dari bantalan rotan agar lebih empuk. Tiap meja mempunyai dua kursi. Boni duduk semeja dengan Oti yang terlihat sedikit ketakutan. Beberapa kali Boni diam-diam memegang tangan Oti untuk menenangkannya. Oti memang paling dekat dengan Boni. Untuk menenangkan diri, Oti merapihkan kedua tas mereka di laci meja. Walau lebih kecil, Oti lebih rajin dan rapih dibanding Boni yang cenderung berantakan. Tapi Boni lebih berani dari Oti. Mungkin karena dia lebih tua, dia selalu merasa harus melindungi adik sepupunya itu.
Setelah dipimpin Bu Guru membaca surat Al Fatihah bersama-sama dan sedikit perkenalan, Bu Guru mulai mengajar membaca, memperkenalkan kelas dengan abjad ABC. Oti tidak terlalu memperhatikan pelajaran. Tangan kecilnya sering menggaruk belakang pahanya. Boni juga merasa pahanya panas dan gatal, tapi hanya sesekali menggaruk pahanya. Rasa gatal diatasinya dengan duduk bergeser-geser maju mundur di kursinya. Bel pulang terdengar, para murid dipimpin Bu Guru bersama membaca surat Al Ashr dan diakhiri dengan salam. Mang Akib dan mobil suburbannya sudah menunggu untuk mengantar pulang. Hari pertama sekolah berakhir tanpa insiden berarti.
Sampai di rumah Boni langsung menangis karena pahanya gatal sekali. Pahanya merah karena digaruk sepanjang perjalanan pulang, dan banyak bentol-bentol. Mak Yah, pengasuhnya bilang, itu pasti karena gigitan kepinding. Kepinding atau kutu busuk itu sering berdiam di bantalan kursi rotan yang jarang dijemur dan dibersihkan. Sejak itu, sebelum berangkat sekolah, Mak Yah mengolesi paha Boni dan Tila dengan minyak kayu putih agar tidak digigit kepinding. Lumayan, walau hanya bertahan sampai lonceng istirahat dan setelah itu rasa gatal mulai terasa kembali.
Hari keempat, saat bel istirahat berbunyi Boni langsung lari ke halaman setelah dari kaca jendela terlihat ada anak-anak yang sedang senam. Dia duduk di pinggiran teras sekolah dan mengamati setiap gerakan dengan takjub. Hampir 10 dia di halaman, lamat-lamat terdengar suara tangis yang dikenalnya. Kembali ke kelas, dilihatnya Oti sedang menangis di pintu, sambil mengangkat bajunya dan menggaruk-garuk pahanya. Para sepupunya tidak mampu meredakan tangis Oti. Dari arah tangga menuju kelas 6 ada beberapa anak yang lebih lebih besar, tertawa mengejek, sambil melagukan, “kepinding-kepinding!” berulang-ulang.
Terbersit penyesalan di hati Boni, dia lupa sama sekali pada adik sepupunya itu gara-gara ingin melihat anak-anak yang berolahraga. Mungkin Oti mencarinya keluar kelas, dan tanpa sadar di depan pintu mengangkat bajunya sambil menggaruk-garuk pahanya yang gatal memerah dan kontras dengan kulitnya yang sangat putih. Dasar anak kecil! Tingkahnya itu dilihat oleh anak-anak kelas 6 yang lalu mengejeknya. Dibujuknya agar Oti berhenti menangis. Namun tak guna mengatakan dia juga merasa kesal dengan rasa gatal di paha, karena yang membuat Oti menangis bukan hanya rasa gatal itu, tapi ejekan anak-anak kelas 6 yang mengatainya ‘kepinding’.
Boni jengkel sekali dengan anak-anak yang sudah besar itu. Beraninya hanya dengan anak kecil! Dia dan saudara-saudaranya berteriak berusaha menghentikan ejekan tersebut, namun teriakan mereka malah menyebabkan ejekan makin menjadi. Suara ejekan itu baru reda setelah terdengar bunyi lonceng tanda istirahat berakhir dan Ibu Guru menuju kelas dan memarahi anak-anak nakal itu. Oti masih tersedu dan tidak mau masuk kelas, karena beberapa teman sekelas juga ada yang setengah berbisik mulai melantunkan, ‘kepinding, kepinding’. Ditemani Boni, dia duduk di depan pintu sekolah menunggu mobil jemputan.
Keesokan harinya Oti menolak pergi sekolah. Demikian juga hari berikutnya. Percuma Boni dan sepupunya yang lain membujuknya untuk kembali bersekolah saat berenang dan bermain bersama di garang rumah Yai. Percuma juga bujukan Mbik dan kakak-kakaknya. Walau masih kecil Oti memang keras hati dan tidak mau dipaksa-paksa.
Seminggu kemudian, Boni gembira sekali melihat Oti sudah duduk manis di mobil Mang Akib saat dia masuk ke mobil. Akhirnya sepupu kecilnya itu kembali bersekolah, pikirnya. Tapi setelah duduk bersebelahan, terlihat ada yang berbeda. Oti tidak membawa tas buku seperti sepupunya yang lain. Yang dibawanya adalah kotak makanan dan termos plastik kecil tempat minum. Ternyata, setelah seminggu mogok sekolah, akhirnya orang tua Oti memutuskan untuk memindahkan Oti ke sebuah TK, karena Oti hanya mau bersekolah di ‘sekolah main dan makan’. Mungkin memang sekolah makan itu yang lebih tepat untuk Oti, yang memang masih berusia kurang dari 5 tahun.
Begitulah kisah kepinding, alias kutu busuk, serangga bau yang nakal, yang membuat Boni dan Oti tidak bersekolah di sekolah dan kelas yang sama.
22 november 09

3 comments:

budi mulyanti said...

Sekarang Boni dan Oti dimana, majun? mirip-mirip Laskar Pelangi juga ya kondisi sekolahnya...Kalau di SDku dulu nggak ada kepinding alias kutu busuk alias TINGGI (bhs Jawa), karena bangkunya dari kayu. Tapi di bioskop JANOKO (bioskop satu2nya di desaku) karena kursinya terbuat dari rotan, maka banyak kepindingnya. Makanya saya dulu lebih suka duduk di tangan kursi dengan konsekuensi diteriakain penonoton di belakang karena nutupin mereka....Salam Budi

jun said...

weeh.. walau sama2 sd muhammadiyah, yg ini gak reyot.. baru dan megah sekali, sekolah tercantik yg kutau.. (ITB kalah jauh...)terimakasih buat perguruan muhammadiyah..tapi itu dulu... sekarang? hiks, sulit kubedakan dg ruko disekitarnya .. sedih banget liatnya..

jun said...

Oti di palembang, boni di bandung dan sedang nungguin oti yg lagi main ke bdg..